Arti Sebuah
Waktu
Alkisah
ada seorang wanita yang hidup di sebuah desa terpencil, dia ingin pergi kerja
ke kota agar dia bisa mengoprasi wajahnya. Kemudian dia mengutarakan
keinginannya untuk kerja di kota kepada kedua orang tuanya, tapi keinginannya
tersebut di tolak oleh kedua orang tuanya. Mendengar kata kedua orang tuanya
yang menolak keinginannya dia pun menangis, tapi tak berapa lama kemudian
ibunya datang menghampiri dia. Dan tiba-tiba ibunya bilang “Kamu boleh pergi ke
kota nak”.
Mendengar
perkataan ibunya dia pun tersenyum. Dan pagi harinya dia bersiap-siap untuk
pergi ke kota. Di tengah perjalanan yang lama dan melelahkan dia istirahat di
sebuah rumah, dan dia pun membayangkan, “andai ku bisa membangun rumah mewah
dan dapat mengoprasi wajah ku yang biasa menjadi luar biasa ini.” Tiba-tiba di
tengah-tengah hayalannya datang seorang nenek tua menghampirinya, dan bertanya
“kenapa nak kamu tersenyum sendiri?”
“Saya sedang
membayangkan andaikan saja ku bisa sukses di kota dan dapat mengoprasi wajahku
ini”, kata dia. Dan nenek itu mengeluarkan jam kecil dari kantongnya, kemudian
nenek itu berkata “Kamu tinggal putar jam itu sesuai dengan putaran jarum jam,
bila kamu ingin segera meraih cita-citamu”.
“Baik nek”, kata
wanita tadi.
Kemudian
tak berapa lama dia memutar jam tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan nenek
tadi. Dan tiba-tiba dia bisa bekerja di sebuah perusahaan ternama di Jakarta.
Tapi dia tak puas dengan lamanya waktu yang di perlukan agar bisa mengoprasi
wajahnya.
Kemudian
dia kembali memutar jam tersebut, dan wajahnya pun menjadi cantik. Lagi-lagi
dia kurang puas dengan wajahnya, dan kembali dia memutar jam kecil pemberian
nenek-nenek yang pernah dia temui sekali lagi. Tapi setelah memutar jamnya dia
mendapati wajahnya yang semula cantik jelita menjadi tua dan keriput. Dan dia
menyesal dengan keadaan dia sekarang. Kemudian dia kembali menemui nenek-nenek
yang memberi dia jam di tempat di mana dia bertemu. Tapi dia tak melihat nenek
tersebut karena nenek itu telah lama meninggal. Dia pun hanya bisa menyesal dan
menangisi nasibnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar